Senin, 20 Februari 2012

Review : Tanah Air Beta (My Motherland) 2010



Jika melihat dari judulnya, maka seseorang akan mengira bahwa film ini adalah sebuah film yang mengisahkan tentang tindakan nasionalisme layaknya film Trilogi Merdeka atua Gie. Namun apa yang terjadi? 

Tanah Air Beta merupakan film drama indonesia yang dirilis pada 17 Juli 2010 dengan disutradarai oleh Ari Sihasale.Tahun 1998 Timor-Timur berpisah dari Indonesia, membuat perpisahan harus terjadi. Banyak keluarga yang mendapatkan konflik internal antara tetap berada di Indonesia, yakni di Kupang atau memutuskan berpindah ke Timor Tinur. Sebuah keluarga yang ayahnya sudah wafat adalah salah satu keluarga yang menerima konflik tersebut. Merry (Griffit Patricia) memutuskan untuk memilih tetap berada di Indonesia dan bersekolah di sekolah kecil yang berguru ibunya, Tatiana (Alexandra Gottardo). Mereka berdua berpisah dengan kakak Merry, Mauro yang memilih tinggal di Timor Timur bersama pamannya. Dirumah mereka, mereka berteman dengan pemilik toko kelontong; Koh Ipin (Robby Tumewu) dan Cik Irene (Tessa Kaunang). Disekolah, Merry adalah korban kejahilan teman sebayanya, Carlo (Yahuda Rumbindi) yang sebenarnya hanya menginginkan seorang adik. Ia dirawat oleh seorang keturunan Arab bernama Abu Bakar (Asrul Dahlan) yang juga bersahabat dengan Tatiana setelah Ibu Carlo meninggal. Tatiana rajin pergi ke pengungsian untuk bertemu seorang relawan bernama Lukman (Lukman Sardi) untuk mencari tahu info mengenai Mauro.

Tanah Air Beta mengawali langkahnya secara meyakinkan dengan menampilkan potret para pengungsi di daerah perbatasan Timor Barat. Bagaimana setiap orang memelihara harapan untuk dapat bertemu kembali dengan sanak saudaranya dengan mengunjungi pusat informasi di daerah pengungsian setiap waktu. Namun keunggulan yang telah di suguhkan di awal terasa semakin kehilangan arah, hingga kemudian seiring bertemunya tokoh - tokoh sentral di film ini ceritapun (seperti) terbagi kedalam beberapa story

Nasionalisme : Tatiana yang kesehariannya digambarkan  menjadi guru sukarelawan di sebuah desa yang ditempatinya pasca mengungsi. Ia mengajari anak - anak untuk membaca dan menyanyikan lagu wajib nasional. Profesi ini rutin dilakukan oleh Tatiana di sebuah sekolah darurat dengan perlengkapan yang seadanya. Tidak hanya anak - anak yang diajarkan, bahkan Abu Bakar yang tidak bisa membaca dengan ikhlasnya di ajarkannya mulai dari mengenal huruf hingga mengeja bacaan.

Penantian (Harapan) dan Kerinduan : Mery yang sering dijahili oleh temannya Carlo mengingatkan dia pada sosok kakak nya Mauro. Sekian lama mereka tidak bertemu membuat Mery selalu bertanya kepada sang ibu - kapan kak mauro akan bisa bersama kita lagi - dan membuat mery terobsesi melakukan perjalanan menuju perbatasan menyusul Mauro. Bahkan tak jarang Mery memakaikan Baju Mauro pada bantalnya dan mengobrol langsung layaknya sang kakak berada di hadapannya sambil mengungkapkan perasaan rindu yang amat mendalam. Pun demikian dengan sang ibu yang selalu merindukan anak dengan mendatangi posko di perbatasan dengan jarak sekitar 8 jam perjalanan.

Perjuangan Hidup dan Semangat: Kehidupan yang sangat berat di tempat pengugsian, sulitnya untuk mendapatkan bahan pokok makanan, air yang tidak berkecukupan dan di tengah ketidakpastian akan keberadaan anak laki-lakinya, tidak membuat Tatiana menjadi lemah.Ia justru bersemangat untuk mengajarkan anak-anak pengungsi tersebut dengan ilmu pengetahuan mengenai kehidupan. 

Kasih Ibu : Tatiana mulai di benci oleh anaknya Mauro yang beranggapan bahwa di diabaikan oleh ibunya yang sengaja meninggalkannya di Timor Timur bersama pamannya. Namun Tatiana ternyata meninggalkan Mauro bersama pamannya karena Mauro sering sakit -  sakitan dan berharap setelah keadaan sedikit membaik - pasca konflik - dia akan kembali menjemput Mauro. Keadaan inipun di pertegas oleh Mery yang menjelaskan kepada kakaknya tersebut mengenai kesalahfahamannya. Lagu Kasih Ibu Kepada Beta sering terdengar di film ini baik dinyanyikan oleh Mery dengan alat musik pemberian kakaknya maupun sewaktu mencari kakaknya Mauro bersama Carlo di perbatasan.

Sepertinya Tanah Air Beta ingin hadir dengan permasalahan dan tema yang komplek, seolah ingin menggali sedalam mungkin sisi drama pasca konflik di daerah perbatasan. Namun hasilnya hanya terlihat seperti sebuah film yang nanggung dan terlalu di paksakan, hingga akhirnya film inipun berfokus kepada Mery yang nekad melakukan perjalanan jauh di temani Carlo untuk menemukan sang kakak. Berfokus kepada Mery, film ini seolah meninggalkan Nasionalisme, Penantian dan Perjuangan Hidup yang sempat di bangun di awal hingga pertengahan cerita. Kemudian film ini seperti menghidupkan plot baru yaitu Perjalanan (Petualangan) dan Persahabatan serta mengikat story lama Kasih Ibu. Entah semua itu di sengaja ataupun disebabkan oleh cerita yang berdasarkan naskah yang belum selesai di kerjakan. Yang jelas semakin dalam kita mengikuti film ini, semakin terasa pudar pula intensitas cerita yang telah di bangun di awal film. Lebih parah lagi, bagiang akhir film juga terasa seperti sinetron yang terkesan buruk.

Dilihat dari segi akting, Tanah Air Beta tentu akan mengingatkan kita pada  Denias dan Laskar Pelangi yang sama - sama melakukan casting aktor yang berasal dari daerah setempat. Tidak mengecewakan memang melihat Griffit Patricia beradu akting dengan Carlo, meski masih ada terlihat adegan yang sedikit kaku. Namun semua itu dapat di termaafkan dengan hadirnya pemeran senior yang tampil sangat total di film ini. Alexandra Gottardo terlihat begitu fasih mengucapkan logat Timor disempurnakan dengan akting yang begitu gemilang tanpa cela. Begitu pula dengan Robby Tumewu dan Lukman Sardi begitu menjiwai peran masing - masing.

Meski terbilang lemah dibagian cerita, Tanah Air Beta seolah menutupi kesalahannya dengan menghadirkan tata sinematografi racikan Ical Tanjung yang berisi gambar indah dan potret alam di Indonesia Timor. Tata musik yang dihadirkan Akhsan dan Titi Sjuman begitu sangat menyatu dengan film, mengisi adegan demi adegan mampu menyatukan emosi dalam cerita.

Tanah Air Beta sebuah film yang menghadirkan cerita pasca konflik di daerah perbatasan, meski kurang memuaskan dari segi ekskusi namun film ini tidak boleh anda lewatkan.



********** (7/10)



Tanah Air Beta (2010)

Directed by Ari Sihasale Produced by Ari Sihasale Written by Armantono Starring Alexandra Gottardo, Asrul Dahlan, Griffit Patricia, Yahuda Rumbindi, Lukman Sardi, Ari Sihasale, Robby Tumewu, Tessa Kaunang, Marcel Raymond Music by Aksan Sjuman & Titi Sjuman Cinematography Ical Tanjung Editing by Andy Pulung Studio Alenia Pictures Running time 90 minutes Country Indonesia Language Indonesian






Tidak ada komentar:

Posting Komentar