Sabtu, 18 Februari 2012

Review: Minggu Pagi di Victoria Park

Jadi cita - cita mu itu jadi TKW, mentang - mentang di sebut pahlawan devisa (Mayang)






Menemukan film ini di sebuah toko kaset secara kebetulan, dan aku juga belum pernah mendengar ada film ini beredar di bioskop, mungkin hal ini di sebabkan karena jadwal tayangnya bertepatan pada saat aku aktif kuliah  dan ujian semester plus kerja banting tulang (ngajar).Tapi emang jarang sih aku nonton film indonesia di bioskop (hehehe...ketahuan juga). Tanpa membaca sedikitpun sinopsis dari film ini aku dengan yakin membungkusnya (emang mie goreng),bukan karena apa-apa melainkan karena ada gambar Titi Sjuman di cover kaset tersebut maklum saja aku memang penggemar Titi setelah melihat aktingnya dalam film Mereka Bilang,Saya Monyet (judulnya nggak enak untuk di baca). Setelah sampai di rumah aku baru menyempatkan waktu untuk membaca sinopsis film ini dan betapa terkejutnya aku ternyata film ini membahas tentang TKW di Hong Kong. Jadi teringat anak kampungku (Red: Kutacane) yang tewas di bunuh di Malaysia, namanya Sri Wahyuni, anak sulung dari 5 bersaudara yang bekerja sebagai TKW di negeri jiran bersama adiknya Juriani (dalam film ini: Mayang dan Sekar). Sri mengabarkan kepada orang tuanya di Aceh bahwa dia akan pulang dari Malaysia, namun 3 hari setelah keberangkatannya belum juga tiba di kampung halaman. Apa yang terjadi sungguh di luar dugaan, Sri di temukan tewas di tengah kebun sawit di Malaysia (saya lupa tepatnya di bagian mana). Aku sempat berfikir apakah film ini membahas tentang kekerasan? atau paling tidak kekerasan yang dilakukan oleh majikan? ahhhkkk...ku hapus semua pemikiranku tentang kejadian memilukan itu. Toh di cover kasetnya tidak ada gambar kekerasan, yang pastinya film ini membahas tentang permasalahan TKW dan mungkin masalah ini adalah masalah yang lebih klasik (pikirku).

 Ternyata benar, Minggu Pagi di Victoria Park (MPdVP) tidak membahas masalah kekerasan  terhadap TKW. MPdV mengisahkan tentang Mayang (Lola Amaria), anak pertama dari pasangan Sukardi dan Lastri diberangkatkan ke Hong Kong sebagai TKW. Penuh dengan ketidak tahuan dan rasa takut ia belajar dan bekerja sekaligus bertahan hidup di keluarga dan negara yang sangat asing baginya. Mayang memiliki cita-cita yang tinggi dan sebenarnya enggan menjadi TKW karena pengalaman-pengalaman TKW yang pernah ia dengar. Tetapi orang tuanya memaksa pergi untuk mencari Sekar (Titi Sjuman), adiknya yang telah menjadi TKW Hong Kong selama 2 tahun lebih tetapi menghilang tanpa kabar. Mayang sendiri sebenarnya enggan menjadi TKW, dan ia tak pernah tau apakah dia ingin adiknya Sekar kembali atau tidak. Ini disebabkan kerena Mayang mendapat perlakuan yang beda dari ayahnya yang begitu membanggakan Sekar dari kecil terlebih setelah menjadi TKW yang setiap bulan mengirim uang. Sekar sendiri menghilang tanpa kabar karena terlilit hutang dengan bunga kredit yang sangat besar sehingga mengharuskannya untuk kerja serabutan mulai dari pencuci piring di rumah makan, menemani anjing untuk berjalan - jalan di sore hari, menjaga kakek jompo hingga menjadi wanita penghibur malam.


Selain berperan sebagai tokoh Mayang, Lola Amaria juga duduk di kursi sutradara. Ini merupakan film kedua baginya setelah Betina (2006). Film ini di produseri oleh Sabrang Mowo Damar dan skenario sendiri di tulis oleh Titien Wattimena. Tidak membahas tragedi penyiksaan TKW, MPdVP hadir dengan permasalahan yang lebih kompleks, persaingan,persaudaraan, persahabatan dan percintaan yang dibungkus dengan sangat rapi dan cantik, tidak berlebihan dan tidak pula merasa kurang sehingga sangat nyaman untuk dinikmati.

Jajaran akting yang sungguh membuat saya lupa kalau ini adalah film. Meski duduk di bangku pengarah, tidak lantas membuat Lola lupa akan aktingnya yang begitu dingin dan terlihat judes meski sedikit kaku (hanya sedikit kok). Titi  Sjuman (idola saya) yang berperan sebagai Sekar,sangat tampil memukau (seperti biasa), begitu pula dengan tokoh lainnya seperti Gandhi, Sari, Vinchent dan lain - lain.

Selain top margotop di jajaran akting, tata sinematografi juga begitu menawan, mampu menangkap momen - momen penting dan dapat memadukan situasi kota Hong Kong untuk menyatu dalam adegan dan  dialog cerdas besutan Titien Wattimena, serta terbungkus indah dengan iringan musik yang mengalun mengiringi di sepanjang film.

Minggu Pagi di Victoria Park seperti "hujan satu hari di satu tahun kemarau", sebuah film berkualitas yang hadir tanpa celah.

********** (9,5/10)

Minggu Pagi di Victoria Park (2010)
Directed by Lola Amaria Produced by Sabrang Mowo Damar Panuluh, Dewi Umaya Rachman Written by Titien Wattimena Starring Lola Amaria, Titi Sjuman, Donny Alamsyah, Donny Damara, Imelda Soraya, Permata Sari Harahap Music by Aksan Sjuman, Titi Sjuman Cinematography Yadi Sugandi Studio Pic[k]lock Production Running time 97 minutes Country Indonesia Language Indonesian


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar